Foto : Seorang pekerja seks berdiri di sebuah gang dekat Huaxi Street Night Market (華 西街 夜市) pada tanggal 15 Maret karena terpikat oleh upah yang lebih tinggi, sejumlah pekerja seks berasal dari negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam, Indonesia dan Malaysia. Foto diambil dari China Post.
Berjalan melalui gang-gang sempit di dekat Taipei Huaxi Street Night Market yang terkenal (華 西街 夜市), tidak sulit untuk menemukan pekerja seks komersial. Ketika Anda tiba di rumah bordil, di mana para wanita yang dipanggil satu per satu memberikan pelayanan.
Di tempat tersebut ada seorang penjual dan pelanggan yang sedang melakukan transaksi perdagangan. Namun kenyataannya, transaksi yang tampaknya mulus tersebut merupakan salah satu fenomena yang paling jahat dalam peradaban modern manusia, yaitu “perdagangan manusia”.
Jika Anda memperhatikan, sejumlah pekerja seks ini tak hanya bisa berbahasa Mandarin saja, melainkan berbicara berbagai bahasa Asia Tenggara. Kemungkinan besar beberapa wanita tersebut adalah korban perdagangan manusia.
Menurut data yang dikemukakan oleh China Post, diambil dari Garden of Hope Foundation (勵 馨 基金會), organisasi perempuan non-profit mengatakan bahwa jumlah pekerja asing telah naik selama bertahun-tahun dan mencapai puncaknya pada sekitar tahun lalu yaitu 40.000 orang, atau naik hampir 8 persen dari seluruh jumlah pekerja asing di Taiwan.
Mayoritas korban perdagangan manusia di Taiwan berasal dari luar negeri. Hal yang mendorong para wanita migran tersebut terjun di dalamnya dikarenakan oleh kemiskinan dan inginnya mencari kualitas hidup yang lebih baik. Banyak para buruh migran dari Vietnam, Indonesia, Filipina atau Thailand datang ke Taiwan untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik.
Nasib Buruh Migran : Biaya Agensi Tinggi
Salah satu alasan mengapa buruh migran nekad untuk terjun ke dunia gelap tersebut dikarenakan biaya agensi yang tinggi. TKI dibebankan biaya agensi dua kali lipat saat mereka berada di negara mereka, sebelum memasuki Taiwan.
Rata-rata agensi di Taiwan mengenakan biaya NT $ 60,000, untuk pekerja migran dengan membayar cicilan bulanan yang dipotong dari gaji mereka selama periode tiga tahun pertama. Semua itu kembali kepada kebijakan negara asal mereka mengenai biaya agensi yang bervariasi. Vietnam dilaporkan memiliki harga tertinggi sekitar US $ 5.000-7.000 (NT $ 150,000-210,000). Agensi di Filipina juga mengenakan biaya 85.000 peso (sekitar NT $ 59,200).
Biaya agensi yang tinggi ditambah dengan tiket pesawat, bunga pinjaman dan biaya lain menciptakan tekanan keuangan untuk para buruh migran tersebut. Seringkali, jumlah pekerja asing yang bisa mendapatkan tujuan mereka yang telah tercapai untuk bekerja di Taiwan jumlahnya tidak banyak. Mereka pun akhirnya kembali ke Taiwan untuk mencukupi kebutuhan hidup lainnya, bahkan terjun ke dunia prostitusi sebagai paksaan untuk menutupi semua kebutuhan yang ada.