Foto-foto diambil dari CNA.
Lebih dari 100 pekerja migran dari Filipina dan Indonesia mengadakan pertunjukan flash mob di Taipei Main Station, pada hari Minggu untuk memprotes kekerasan wanita dan meminta kondisi kerja bagi buruh migrant yang lebih baik.
Sebanyak 135 pekerja adalah bagian dari pertunjukan untuk menyerukan hak dan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja migran perempuan.
Gilda Banugan, ketua Migrante Taiwan, mengatakan bahwa meskipun kampanye telah berlangsung selama tujuh tahun berturut-turut, tetapi Taiwan dirasa masih belum berbuat banyak untuk memperbaiki kondisi kerja pekerja migran perempuan.
Dalam wawancaranya bersama CNA, dia mengatakan bahwa pekerja migran perempuan, terutama pekerja rumah tangga, mendapat gaji hanya NT $ 17.000 (US $ 550) per bulan, yang tidak cukup bagi mereka untuk mengirim uang kembali ke rumah dan juga untuk biaya hidup.
Pekerja migran memprotes kekerasan berbasis gender dan meminta kondisi kerja yang lebih baik
Selain itu, mereka terus-menerus dipaksa untuk bekerja terlalu keras atau menghadapi pelecehan verbal, fisik, atau seksual.
Banugan menyerukan agar pekerja rumah tangga dimasukkan ke dalam undang-undang perburuhan utama Taiwan, Undang-Undang Standar Ketenagakerjaan, untuk dilindungi oleh asuransi tenaga kerja, dan untuk dimasukkan ke dalam sistem perawatan jangka panjang nasional.
Kelompok tersebut juga menyarankan agar pekerja migran membayar cuti, menghentikan pungutan liar oleh agensi, dan memberi pekerja migran 24 jam penuh pada hari libur atau mengharuskan majikan membayar lembur, kata Banugan.
Menurut statistik pemerintah, ada sekitar 700.000 pekerja migran di Taiwan, di mana 380.000 adalah perempuan. Lebih dari 90 persen pekerja rumah tangga asing adalah perempuan.