Foto: Ilustrasi Taiwan (Twitter @MOFA_Taiwan) sumber idntimes.com
Perawatan TKI membuat beban keuangan Pemerintah Taiwan berat. Negara ini rogoh lebih dari Rp50 miliar untuk merawat 127 TKI yang terkena COVID-19.
Pemerintah Taiwan mengaku telah menggelontorkan dana lebih dari Rp50 miliar untuk membiayai perawatan bagi 127 TKI yang terpapar COVID-19 di sana. Hal itu dikarenakan sesuai dengan ketentuan pemerintah, bila ada yang terpapar virus corona, maka biaya perawatan ditanggung oleh negara.
Informasi tersebut disampaikan oleh kantor perwakilan dagang Taiwan di Jakarta (TETO) melalui keterangan tertulis pada Sabtu (19/12/2020). Menurut TETO, rata-rata biaya yang dihabiskan untuk merawat pekerja migran yang terpapar COVID-19 per orangnya mencapai Rp400 juta.
Kini TKI menjadi sorotan dan dianggap sebagai pembawa masuk virus corona ke negara Formosa itu. Data yang dimiliki oleh otoritas Taiwan, 127 TKI dinyatakan positif COVID-19 pada periode 16 Oktober 2020 hingga 17 Desember 2020. Dari 127 TKI, itu sebanyak 76 di antaranya dinyatakan terpapar COVID-19 tak lama usai tiba di Taiwan.
“Kasus impor dari PMI yang begitu besar tidak hanya menimbulkan kepanikan di masyarakat Taiwan, tetapi juga menyebabkan beban keuangan Pemerintah Taiwan yang berat,” demikian isi keterangan tertulis TETO.
Akibatnya, Taiwan memilih menutup pintu terhadap TKI hingga batas waktu yang belum ditentukan. Mereka yang sudah berhasil mengendalikan pandemik COVID-19, tidak ingin mengambil risiko.
Apa langkah Taiwan selanjutnya usai menutup pintu bagi TKI?
Pertama Taiwan ingin selesaikan perbedaan standar tes usap dengan Indonesia. Salah satu poin yang disoroti oleh Taiwan yakni mengenai kualitas tes usap yang digunakan di Indonesia. Mereka khawatir tes usap di Indonesia tidak sesuai standar yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Pemerintah Taiwan pun membantah pernyataan Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesi (BP2MI), Benny Rhamdani yang menyebut ada motif politis di balik penutupan akses bagi PMI untuk bekerja di Taiwan. Namun, menurut Taiwan, keputusan itu diambil semata-mata untuk mencegah masuk lebih banyaknya kasus impor COVID-19.
“Taiwan telah lebih dari 240 hari tidak ada kasus infeksi lokal. Sedangkan, dari 127 PMI, ada 76 orang yang membawa hasil pemeriksaan tes PCR negatif dari Indonesia. Namun, setelah diperiksa di Taiwan dikonfirmasi positif, proporsinya cukup tinggi mencapai 60 persen,” kata TETO.
Oleh sebab itu, Taiwan berharap Pemerintah Indonesia bisa lebih kooperatif dengan memberikan rekomendasi lembaga pemeriksaan tes usap. Jumlahnya tidak perlu lebih dari 50 lembaga. “Namun, mereka harus memiliki kualitas tes terbaik untuk dapat memastikan kualitas pemeriksaan dan memfasilitasi pelacakan lanjutan,” tutur TETO.
Selanjutnya, Taiwan akan terus meneliti bila ada perbedaan standar dan reagen dalam pemeriksaan tes usap antara Taiwan dengan Indonesia. Selain itu, tes usap dari Indonesia akan dicek ketika tiba di bandara di Taiwan.
“Kami berharap Pemerintah Taiwan dan Indonesia dapat bersama-sama menyelesaikan masalah ini dengan sikap rasional, ilmiah dan kooperatif,” kata TETO lagi. (0l)