Foto diambil dari CNA.
Menurut statistik terbaru yang dikeluarkan oleh sebuah instansi pemerintah Indonesia, hampir sepertiga dari jumlah keluhan ABK yang diajukan oleh nelayan migran adalah dari Indonesia. Jumlah tersebut terbanyak dari negara lainnya.
Dari 389 keluhan yang diterima Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) pada tahun 2018 hingga 6 Mei 2020, sebanyak 120 diajukan oleh nelayan yang bekerja di kapal Taiwan, kata Benny Rhamdani, Kepala BP2MI.
Nelayan yang bekerja di kapal Korea Selatan dilaporkan sebagai jumlah pengaduan tertinggi kedua, dan 42, diikuti oleh Peru (30), Cina (23) dan Afrika Selatan (16).
Menurut Benny, 164 pengaduan seperti upah yang tidak dibayar, sementara 47 lainnya adalah kematian, 46 lainnya mengalami luka-luka, 23 dengan deportasi paksa dan 18 nelayan melaporkan bahwa paspor mereka atau dokumen lain disita oleh agensi.
Sementara 213 pengaduan yang diterima lembaga telah diselesaikan, sisanya masih diproses, kata Benny.
Menanggapi laporan tersebut, Wakil Direktur Jenderal Perikanan Badan Lin Kuo-ping (林国平) mengatakan bahwa sebagian besar keluhan yang diterima lembaganya dari nelayan migran berkaitan dengan upah yang tidak dibayar.
Dalam kasus di mana pengaduan ditemukan, majikan telah didenda dan diperintahkan untuk membayar pekerja mereka secara penuh.
Ada juga kasus-kasus di mana gaji dipotong oleh para agensi di negara asal para migran, yang tidak terkait dengan majikan atau agensi Taiwan.
Kasus-kasus lain yang ditangani yaitu komplain para ABK yang tidak mendapat istirahat cukup di antara shift dan sebagian kecil yang dokumennya disita oleh agensi.
Menurut instansi pemerintah Taiwan, pihaknya tidak menerima keluhan seperti kematian, cedera atau deportasi dalam beberapa tahun terakhir, tetapi mencatat bahwa mereka sempat menangani keluhan dari para nelayan yang bekerja di kapal penangkap ikan laut yang jauh. Kasus-kasus lain berada di bawah yurisdiksi Kementerian Tenaga Kerja, katanya.
Kondisi kerja para nelayan migran telah menjadi sorotan dalam beberapa pekan terakhir, setelah tiga nelayan Indonesia yang terdaftar di kapal China yang sama meninggal dan tubuh mereka dibuang ke laut.
Seorang nelayan lain yang bekerja di kapal tersebut meninggal di Korea Selatan, tempat kapal itu berlabuh setelah 13 bulan di laut.
Kasus ini, yang pertama kali dilaporkan oleh media Korea Selatan, sedang diselidiki oleh otoritas Indonesia dan China.