Foto ilustrasi TKI care giver dok Indosuara.
Menolak memberikan libur satu hari dalam seminggu untuk buruh migrant adalah pelanggaran hak asasi manusia dan hak buruh, ujar seorang akademisi Filipina yang berkunjung di Taipei pada hari Kamis lalu.
Buruh migran yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga berhak mendapatkan istirahat minimal satu hari setiap tujuh hari. Namun banyak negara tidak menghargai mereka. Sekretaris Jendral Jaringan Riset Migrasi Filipina, Jorge Villamor Tigno memberikan ceramahnya di sebuah workshop internasional tentang strategi untuk memerangi perdagangan manusia, yang diselenggarakan oleh National Immigration Agency.
Tigno, yang juga seorang profesor ilmu politik di Universitas Filipina Diliman, mengatakan bahwa sementara hak asasi manusia yang sangat mendasar ini belum diterapkan dalam undang-undang Taiwan.
Dibutuhkan kombinasi program untuk memfasilitasi perubahan dalam mentalitas masyarakatnya, termasuk di sekolah guru dan birokrat pemerintah, kata Tigno.
Menurut organisasi hak buruh Taiwan, 60 persen pengasuh migran di Taiwan tidak memiliki satu hari libur dalam seminggu, sementara sebagian besar dari mereka yang diberi waktu istirahat tidak lebih dari 12 jam – hanya lima atau enam jam dalam sehari.
Standar internasional mengatur 24 jam istirahat tanpa gangguan setiap tujuh hari adalah hak pengasuh domestik buruh migran di Hong Kong, ujar Justice Center Hong Kong research director, Jade Anderson.
Chief Executive Officer Fishermen Foundation Indonesia, Ismail Situmeang, berbagi cerita mengerikan tentang anggota awak Indonesia yang secara fisik dianiaya dan kehilangan gaji mereka saat bekerja untuk perusahaan perikanan Taiwan, Cina, dan Korea Selatan.
“Saya pikir situasi industri perikanan Taiwan sedang berubah. Saya berharap ini akan meningkat lebih baik, ”katanya. “Jika tidak ada nelayan dari Indonesia atau Filipina, akan ada masalah dalam penyediaan makanan laut.”