Foto ilustrasi diambil dari Star2.com.
Aku, sebut saja namaku Wati. Aku seorang TKW yang kini bekerja di Taiwan demi mengais rejeki memberi nafkah anak-anakku. Suamiku sudah tidak peduli dengan keberadaanku, apalagi memikirkan nasib anak-anakku.
Hari itu, 17 Maret 2013 merupakan hari terindah dimana suamiku mempersunting diriku. Aku tak mengira jika pernikahan tersebut akan membawa banjiran air mata kelak di masa depanku. Singkat cerita, setelah kelahiran anak pertama, Bowo (nama samaran suamiku) memutuskan untuk berangkat ke Jepang sebagai TKI. Saat itu anak pertamaku masih berusia 3 bulan. Setelah 1 minggu suamiku di Jepang, ternyata aku kedapatan hamil lagi.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tak terasa sudah 1 tahun berlalu. Awalnya suamiku selalu meluangkan waktu untuk meneleponku menanyakan kabar dan melihat perkembangan anakku. Suatu saat dia mencurahkan isi hatinya bahwa ia sudah tak kuat lagi bekerja karena terlalu berat. Ia pun memutuskan untuk menjadi pekerja ilegal.
Beberapa bulan kemudian aku merasa tak enak hati. Ada suatu perasaan tiba-tiba yang sangat mengganjal di hati. Aku tak tahu kenapa, seperti sebuah firasat buruk. Hingga suatu saat aku bermimpi jika suamiku berhubungan lagi dengan mantannya.
Karena perasaan tak enak hati itulah, entah kenapa aku mulai memberanikan diri untuk bertanya pada suamiku apakah dia pernah menghubungi mantannya atau tidak. Awalnya dia berkata bahwa sudah tidak berkomunikasi lagi dengan mantannya. Hingga entah kenapa perasaan tak enak ini masih saja terus menghinggapi, sehingga aku bertanya lagi padanya mengenai hubungannya dan sang mantan. Akhirnya suamiku jujur mengatakan bahwa ia pernah mengirim uang untuk mantannya.
Suamiku memang terbilang orang yang tak tegaan dengan orang lain yang membutuhkan, sehingga banyak orang yang memanfaatkannya. Istri mana yang tak sakit hati melihat suaminya masih mengirimkan uang pada mantannya.
Singkat cerita aku pun daftar di PPTKIS untuk menjadi TKI menuju Formosa. Pada saat setelah ujian bahasa, malam harinya sekitar pukul 23.00, suamiku menelepon dan mengatakan bahwa ia akan menikahi janda kaya yang pintar mengaji dan juga bekerja di Jepang.
Teman-teman suamiku pun membenarkan jika suamiku sudah sering pergi dengan perempuan tersebut. Bahkan mereka sering melihat perempuan itu berkunjung ke tempat suamiku. Bahkan teman-temannya yang lain berkata jika suamiku sudah menikah siri dengan janda tersebut, padahal status perempuan itu masih terikat pernikahan dengan suaminya.
Hatiku hancur. Benar-benar sangat hancur. Saat itu aku masih berada di penampungan dan tidak bisa berbuat apa-apa, hanya menangis. Suamiku meminta KUA untuk mengurus perceraian. Aku pun menolaknya karena memikirkan nasib anak-anak, terutama anak bungsuku yang belum pernah dilihat oleh suamiku. Aku harus menelan kenyataan pahit bahwa suamiku lebih memilih perempuan itu dibandingkan anak-anaknya.
Kini aku harus meratapi kepedihan lagi karena anak bungsuku menderita sakit. Si bungsu mempunyai sakit bawaan sejak lahir dan harus minum obat. Anak-anak pun selalu menanyakan keberadaan ayahnya.
Hingga saat ini suamiku masih tidak mau menghubungiku mengenai nasib masa depan anak-anak kami. Aku ingin suamiku pulang… duniamu bukan di sana, anak-anak menantimu. Tolong kembalikan suamiku, ayah dari anak-anakku. Inilah kisahku. Aku hanya meminta sebait doa agar aku bisa tetap kuat bersama anak-anakku. Suamiku, sadarlah, anak-anak menantimu.
NB : seperti yang dikisahkan narasumber kepada Indosuara. Kami merahasiakan identitas dan menyamarkan nama asli untuk kerahasiaan narasumber.